Penulis: Samodro, M.Si
Zonasi PPDB merupakan kebijakan pemerintah yang diharapkan dapat mendekatkan seluruh lapisan masyarakat ke satuan pendidikan di wilayahnya masing-masing sehingga dapat mewujudkan keseimbangan sebaran satuan pendidikan, mendekatkan jarak tempuh rumah-sekolah, dan menghilangkan label pendidikan unggulan yang selama ini hanya dinikmati oleh satuan pendidikan tertentu. Seiring dengan terbitnya Permendikbud No. 51 Tahun 2018, LPMP Kalimantan Timur memiliki kewajiban mengawal dan memastikan pelaksanaan PPDB yang dilaksanakan oleh sekolah – sekolah di Provinsi Kalimantan Timur berjalan sesuai dengan ketentuan. Untuk itu maka LPMP Kalimantan Timur melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PPDB di 10 Kabupaten Kota dan Provinsi Kalimantan Timur. Beberapa informasi yang dikumpulkan pada saat monev antara lain: tentang mekanisme pelaksanaan PPDB, ketersediaan dan pemahaman juknis dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Metode pemantauan menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumen. Acara rapat koordinasi zonasi pendidikan wilayah Kalimantan Timur dibuka secara resmi oleh Dirjen Paud dan Dikmas Kemendikbud, Ir. Harris Iskandar, Ph.D.
Hasil dari monitoring dan evaluasi PPDB kemudian dipaparkan dalam Rapat Koordinasi Zonasi Pendidikan Wilayah Kalimantan Timur yang bertempat di aula Mahakam LPMP Kalimantan Timur pada tanggal 22 – 24 Juli 2019. Rakor dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota/Provinsi, Kabid Pembinaan SMA Disdikbud Provinsi, Kabid Pembinaan SD dan SMP Disdikbud Kabupaten/Kota dan Ketua MKKS SMA Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur.
Kepala LPMP Kalimantan Timur, Mohamad Hartono, S.H., M.Ed dalam paparannya menyampaikan temuan-temuan di lapangan berkaitan dengan pelaksanaan PPDB di Kabupaten/Kota/Provinsi Kalimantan Timur yang kemudian diberikan kesempatan kepada Kabupaten/Kota/Provinsi Kalimatan Timur untuk memberikan tanggapan. Tanggapan pertama dari Kabupaten Paser, memang diakui bahwa sosialisasi PPDB masih kurang, karena menetapkan mekanisme zonasi secara daring (online). Ketika aplikasi sudah selesai waktu untuk sosialisasi sudah mendekati waktu pelaksanaan PPDB. Hal lain yang disampaikan adalah penyebaran sekolah di Kabupaten Paser tidak merata, kecenderungan peningkatan jumlah penduduk di satu daerah cukup tinggi. Namun demikian, rata-rata sekolah yang berada di setiap kecamatan yang berada di Kabupaten Paser memiliki daya tampung yang cukup. Masih diakui bahwa stigma sekolah favorit masih ada. Kabupaten Kutai Kartanegara tidak melakukan penetapan zona untuk Sekolah Dasar dengan alasan topografi dan geografis antar wilayah dibatasi oleh sungai. Alasan lain karena orang tua cenderung lebih senang menyekolahkan anaknya dekat dengan tempat kerja orang tua mereka.
Tanggapan berikutnya dari Kabupaten Berau, zonasi bermasalah pada SD yang di sekitarnya padat penduduk. Lokasi SDN 002 Rinding di dekat pasar, banyak orang tuanya yang berjualan di pasar dan anaknya mau disekolahkan disitu. Mengacu pada juknis, sekolah menolak menerima siswa-siswa tersebut karena tempat tinggal mereka berada dalam zonasi yang tidak berdasarkan jarak tempat tinggal ke sekolah. Di Kabupaten Kutai Barat, masalah jaringan signal menjadi salah satu kendala sehingga informasi belum sampai di sekolah. Belum ada kesepakatan antar wilayah untuk penerimaan siswa yang rumahnya berbatasan langsung antar kabupaten. Zonasi SMA sudah direvisi namun mekanisme pelaksanaan belum secara online sehingga perlu duduk bersama kembali dengan kepala-kepala sekolah SMA di Kabupaten Kutai Barat.
Sosialisasi PPDB yang masih kurang merupakan salah satu temuan di Kabupaten Kutai Timur. Pelaksanaan sosialisasi di tahun berikut akan lebih ditingkatkan lagi. Temuan lain adalah untuk Jenjang SMA, terdapat perubahan 3 zona menjadi 1 zona sehingga ada siswa yang diterima di sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Di Kabupaten Penajam Paser Utara, zonasi yang di tetapkan di SMPN 18 PPU namun demikian ternyata banyak siswa masuk ke SMPN 11 PPU, karena pihak perusahaan (CSR) melakukan kerjasama dengan SMPN 11 PPU. Pada temuan lain, lokasi sangat jauh dan orangtua mendaftarkan anaknya disitu sehingga mau tidak mau harus ditampung sehingga melebihi daya tampung yang ada.
Tanggapan berikutnya dating dari Kabupaten Mahakam Ulu yang menyatakan bahwa Juknis PPDB terlambat dibuat sehingga beberapa sekolah tidak mendapat kepastian jadwal pelaksanaan PPDB (Kecamatan Long Hubung melaksanakan PPDB tidak sesuai jadwal). Zonasi untuk di SD tidak bermasalah, satu kampung satu sekolah sehingga daya tampung mencukupi karena rasio jumlah penduduk dan jumlah sekolah sesuai. Permasalahan muincul pada beberapa TK yang meluluskan usia anak 5 tahun, sehingga tidak bisa diterima di SD. Ada beberapa siswa yang warganya tidak berdomilisi sesuai dengan KK tetapi tetap diterima karena orangtua bekerja di sawit, alasan lain adalah disitu satu-satunya SD. Di kecamatan Long Bagun terdapat 5 SMP sehingga sehingga daya tampung SMA kurang. Pelaksanaan PPDB di Kota Samarinda, pada satu daerah terjadi perubahan pemekaran Rt sehingga tidak masuk zonasi karena tidak ada laporan dari kepala sekolah tersebut tetapi masalah tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Untuk permasalahan server ke depan akan diperbaiki. Ditemukan permasalahan KK warga, dalam juknis ditetapkan minimal berumur 1 tahun, menurut pengakuan, warga sudah lama tinggal di daerah tersebut tetapi KK baru dicetak 2 bulan sehigga akhirnya anak tersebut diterima.
Tanggapan dari Kota Balikpapan, memang benar sebaran sekolah tidak merata. Di dalam Permendikbud No. 51 tahun 2018 belum mengakomodir pasal tambahan yang membolehkan usia lebih dari yang telah ditetapkan dan boleh diterima selama masih ada daya tampung. Ring zona masih menggunakan nilai UN, karena kalau menggunakan jarak belum bisa mengakomodir. Kenyataan yang ditemukan tempat tinggal siswa berdekatan (sebagai contoh hanya dipisahkan oleh parit saja). Untuk kota Bontang, di SMPN 6 daya tampung lebih besar daripada yang mendaftar (hanya ada 2 SD di daerah sekitar sekolah). Jika online biayanya lebih besar. Daya tampung SMPN 6 sebesar 108 dan jumlah pendaftar hanya 90 anak saja itupun dari daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur. Sehingga diputuskan menggunakan mekanisme secara offline. Untuk jenjang SMA, ditemukan daya tampung SMP masih kurang, terdapat 1400 siswa tidak tertampung sehingga diakomodir ke swasta. Jenjang SMA menetapkan zonasi dari MKKS saja, sehingga masih terjadi perdebatan antar kepala sekolah. Harapannya dari pemerintah ikut menetapkan zonasi. Tanggapan dari Provinsi Kalimantan Timur, untuk SMA masih mengacu pada Permendikbud No 51 tahun 2018, yaitu dengan jalur zonasi sebesar 90%, jalur prestasi sebesar 5% dan jalur perpindahan orang tua/wali sebesar 5%. Bahwa kriteria umur di jenjang SMA menjadi ukuran masuk, sepenuhnya tidak benar. PPDB SMA tidak sepenuhnya menggunakan jarak karena kondisi geografis.
Terdapat catatan dari Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Kemendikbud, Dr. Abdul Kahar terhadap hasil rakor zonasi pendidikan wilayah Kalimantan Timur. Untuk PPDB, sebanyak 90% jalur zonasi masih dibagi untuk bina lingkungan sebanyak 70% (Ring 1), kemudian sebanyak 20% digunakan untuk mengakomodir calon siswa yang berada diluar zona (Ring 2), dan sisanya adalah dari daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten/Kota (Ring 3). Pemda harus berani membuat terobosan kebijakan dalam membentuk sekolah baru untuk mengatasi kekurangan daya tampung yang ada.